Langsung ke konten utama

Pola Asuh Orang Tua terhadap anak dan Tips mendidik Anak dengan baik

Setiap manusia pasti akan memiliki anak. Anak merupakan anugrah dan titipan yang diberikan Allah kepada orang tua yang harus dijaga dan dididik agar kelak menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama dan dapat menjadi seorang anak yang dapat membahagiakan kedua orang tuanya.
Kita selaku calon orang tua dan calon guru harus mengetahui tentang pola asuh atau cara yang baik dalam mendidik anak. Seperti materi yang telah kita dapat dalam mata kuliah perkembangan peserta didik, disana telah dijelaskan bahwa menurut Diane Baumrind dalam Djiwandono (1989: 23-24) pola asuh orang tua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
1.      Pola asuh demokratis
Pola asuh demoratis merupakan pola asuh orang tua yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara anak dan orang tua. Dalam mengambil suatu keputusan anak diberi suara untuk memilihnya dan kemudian dirundingkan untuk mencapai keputusan bersama. Dalam pola asuh ini juga disiplin tetap diterapkan. Anak yang mendapatkan pola asuh seperti ini kelak akan berkembang menjadi anak yang cerdas, percaya diri, terbuka dengan orang tua, mandiri, mampu menjadi pemimpin, dan lain sebagainya.
2.      Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter merupakan kebalikan dari pola asuh demokratis. Di dalam pola asuh ini anak tidak diberi kesempatan untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan yang diinginkan anak, akan tetapi anak harus menuruti semua hal yang dikatakan oleh orang tuanya/memaksakan kehendak anak. Dalam hal ini orang tua tidak memahami perasaan anak. Anak yang mendapatkan pola asuh seperti ini kelak akan berkembang menjadi anak yang penakut, malas berada dalam rumah/senang bermain, benci terhadap orang tua, memberontak, dan lain sebagainya.
3.      Pola asuh Permisif
Pola asuh permisif merupakan pola asuh orang tua yang ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berperilaku sesuai dengan yang diinginkannya, baik itu akan memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi anak dalam pola asuh ini tidak mengedepankan kedisiplinan anak. Biasanya pola asuh semacam ini diakibatkan karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga anak menjadi terlupakan dan tidak dididik dengan baik. Anak yang mendapatkan pola asuh seperti ini kelak akan berkembang menjadi anak yang merasa bahwa dirinya tidak berarti, kurang perhatian, salah bergaul, mempunyai jiwa eksplorasi yang tidak mengenal batasan, dan lain sebagainya.

Menurut saya, dari ketiga jenis pola asuh orang tua ini yang baik digunakan orang tua mendidik anak adalah pola asuh yang pertama, karena di dalam pola asuh demokratis ini kita selaku orang tua memberikan kebebasan kepada anak dalam hal memilih, akan tetapi kita juga harus membatasinya. Jika suatu hal yang dipilih anak akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan anak, maka kita dukung dan kita menyetujuinya. Akan tetapi jika kelak akan memberikan dampak yang engatif bagi perkembangan anka, maka kita selaku orang tua wajib memberikan pengertian dan penjelasan kepada anak tentang dampak negative dari hal tersebut, sehingga anak dapat mengerti dan tidak mengganggu perkembangan anak dikemudian hari.

Tips cara mendidik anak yang baik
1.      Tanamkan sejak dini nilai agama dan moral yang baik. Agar kelak anak menjadi seseorang yang shaleh dan baik, serta dapat bermanfaat bagi orang lain.
2.      Memilih pola asuh yang baik dalam mendidik anak. Pola asuh yang di dalamnya terlibat peranan seorang anak dalam pengambilan keputusan. Sehingga anak merasa bahwa keberadaannya dalam keluarga diakui.
3.      Jadilah teladan bagi anak, karena anak akan belajar dari lingkungan terdekat, terutama orang tua. Contohkanlah perkataan dan perilaku yang positif, karena anak akan meniru apa yang sering ia lihat dalam kehidupan sehari-harinya.
4.      Sesuaikanlah pola asuh dengan kondisi, kemampuan, dan kebutuhan anak.
5.      Hindari cara memanjakan anak dan selalu menuruti apa yang anak inginkan. Ada waktunya orang tua memberikan ketegasan terhadap anak.
6.      Hindari tindakan negatif terhadap anak, misalnya berbohong, memarahi anak yang berlebihan bahkan sampai memukul anak. Karena akan berdampak pada perkemabangan anak.
                                                                      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Apresiasi Sastra Sekolah Dasar

BAB II PEMBAHASAN A.     HAKIKAT SASTRA ANAK 1.       PENGERTIAN, SIFAT, DAN HAKIKAT SASTRA ANAK Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar orang menyebutan atau mengucapkan ata sastra anak, cerita anak atau bacaan anak. Namun kenyataannya, istilah sastra anak dalam beberapa kamus istilah sastra, seperto Kamus Istilah Sastra ( Panuti Sudjiman, 1990: 71-72) dan Kamus Istilah Sastra ( Abdul Rozak Zaidan, et al. 1994: 181-184), tidak ditemukan lema itu. Demikian juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1998: 786-787) atau Kamus Bahasa Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun tidak kita temukan lema atau sublema sastra anak. Kata sastra anak merupakan dua patah kata yang dirangkaikan menjadi satu kata sebut, yaitu dari kata sastra dan kata anak. Kata sastra berarti ‘karya seni imajinatif dengan unsure estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa’ (Rene Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam ...

Hubungan Volume Bola dan Volume Tabung

LEMBAR KERJA SISWA Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Model Pembelajaran Matematika Dosen, Dra. Tiurlina, M.Pd. Disusun oleh, Asti Khotimah                          (1100450) Sunny Sufiyah                          (1100533) Siti Herlina                                (1102813) Apriliani                                    (1103856)          ...

“Pandangan Islam Terhadap Fenomena Budaya Pacaran”

BAB I PENDAHULUAN A.   Latatar Belakang Perkembangan zaman dan arus globalisaasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat. Tak hentinya budaya-budaya barat berdatangan menyapa negara timur termasuk dengan Indonesia. Banyak hal positif dan negatif yang dapat diambil dari arus globalisasi ini. Termasuk kedalam hal yang negatif  adalah membudayanya perilaku pacaran. Jika ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran merupakan bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), dating (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan). Pacaran merupakan hal yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian besar orang  pada umumnya serta remaja khususnya, baik yang bertujuan untuk menikah ataupun hanya sebagai wadah untuk menikmati masa muda mereka, dimana kebanyakan dari mereka tidak mengetahui bagaimana hukum pacaran itu menurut ...