Langsung ke konten utama

Pandangan Islam Terhadap Asuransi

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
     Islam merupakan agama yang memiliki aturan universal, artinya islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam aspek ibadah, politik, sosial, budaya, maupun aspek ekonomi. Hal ini sesuai dengan QS. Al-Maidah ayat 3, yaitu
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dengan demikian, seharusnya manusia dalam menjalankan praktek kehidupan sehari-hari harus berpedoman sesuai dengan apa yang telah  disyariatkan dalam islam.
     Pada saat ini, banyak masyarakat dengan berbagai kondisi yang akhirnya menjadi alasan seperti halnya akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan yang dimilikinya pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar ditahun-tahun mendatang dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut merupakan gambaran yang digembosi oleh pihak asuransi dan akhirnya menjadi alasan masyarakat memilih untuk memanfaatkan jasa asuransi tersebut.
     Seperti yang kita ketahui, Asuransi berasal dari bahasa Belanda Assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1992 tentang perasuransian, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan peruntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hokum keada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan atu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Selanjutnya, perusahaan jasa asuransi yang berkembang di Indonesia merupakan perusahaan jasa asuransi konvensional yang juga banyak dimanfaatkan jasanya oleh masyarakat kita.
     Melihat dari kegiatan realnya di zaman sekarang, banyak masyarakat yang menggunakan asuransi tidak lain untuk dijadikan solusi untuk masalah-masalah yang akan terjadi di masa depan yang sebenarnya masyarakat itu sendiri belum tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Pada dasarnya setiap orang memiliki kebutuhan yang harus selalu dipenuhi. Tetapi banyak orang yang dalam proses pemenuhan kebutuhannya tersebut tidak memikirkan syari’at islam. Jelaslah contohnya yaitu penggunaan asuransi konvensional yang sudah beredar di masyarakat kini. Kebutuhan masyarakat di masa mendatang, seperti asuransi untuk kejiwaan, asuransi untuk pendidikan anak, dan juga asuransi untuk perusahaan.
     Penggunaan asuransi yang beredar di masyarakat kini tidak lain adalah untuk mengurangi resiko yang akan terjadi di masyarakat. Padahal seharusnya kita percaya saja kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah menggariskan hidup setiap orang. Kemungkinan-kemungkinan hal yang tidak diharapkan akan terjadi di masa mendatang tidak bisa diprediksi dan ditentukan kebenarannya oleh kita sebagai manusia. Karena apapun yang terjadi di masa mendatang sudah ada yang mengatur pada garis hidup masing-masing.
     Selanjutnya, yang perlu kita ketahui bahwasannya asuransi konvensional merupakan asuransi yang dalam penerapan sistem perasuransiannya jauh dari nilai islami. Artinya, asuransi konvensional dalam menjalankan kerjanya tanpa didasari oleh aturan-aturan islam yang pada hakekatnya mengatur sistem perekonomian dalam berbagai jenis kegiatan ekonomi. Hal yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak adanya rasa tawakal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa asuransi konvensional dianggap haram untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
     Adapun pendapat yang mengharamkan mengenai asuransi konvensional adalah Sayyid Sabiq. Sayyid Sabiq (dalam Hendi Suhendi, 1997, hlm. 310) mengharamkan segala macam asuransi karena asuransi pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi, mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti (unvertainty) dan mengandung unsur riba, serta hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Esa. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa memang benar adanya bahwa asuransi-asuransi yang digunakan di zaman sekarang mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti. Tidak pasti karena kemungkinan-kemungkinan atas resiko yang terjadi nanti tidak dapat dipastikan kebenarannya dan juga mendahului takdir Allah Subhanahu wa ta’ala karena prediksi-prediksi manusia yang tidak tentu benar. Dijelaskan pula bahwa asuransi konvensional mengandung unsur judi, riba, dan sebagainya padahal Allah telah menjelaskan dalam firmanNya tentang prinsip-prinsip mu’amalah baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, yaitu dalam QS. Al-Maidah ayat 1
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ 4 ôM¯=Ïmé& Nä3s9 èpyJŠÍku5 ÉO»yè÷RF{$# žwÎ) $tB 4n=÷FムöNä3øn=tæ uŽöxî Ìj?ÏtèC ÏøŠ¢Á9$# öNçFRr&ur îPããm 3 ¨bÎ) ©!$# ãNä3øts $tB ßƒÌãƒ ÇÊÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad ituDihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Selain itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dalam haditsnya menjelaskan pula tentang prinsip mu’amalah yang baik, yaitu



Artinya: “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
     Dengan demikian, sebagai seorang hamba yang berserah diri kepada aturan Robbnya, hendaknya bertanya, apakah perusahaan asuransi konvensional telah sesuai dengan hukum Islam? Apakah ada sistem asuransi yang sesuai dengan prinsip Islam? Maka dari itu, pada makalah ini penulis ingin memaparkan bagaimana penggunaan asuransi tersebut sesuai pandangan Islam dengan judul makalahnya yaitu“Pandangan Islam Terhadap Asuransi" 

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa definisi asuransi?
2.    Bagaimana sejarah yang melatarbelakangi adanya asuransi?
3.    Apa saja jenis asuransi yang ada di Indonesia?
4.    Bagaimana pandangan islam terhadap asuransi?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui definisi dari asuransi.
2.    Untuk mengetahui sejarah yang melatarbelakangi adanya asuransi.
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis asuransi yang ada di Indonesia.
4.    Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap asuransi.

D.  Manfaat Makalah
1.    Bagi Penulis
     Dengan adanya pembahasan “Pandangan Islam Terhadap Asuransi” dalam makalah ini, penulis menjadi terbuka pengetahuannya terhadap masalah perasuransian sesuai dengan syariat islam dan dapat menyatakan sikap tentang jenis asuransi apa yang seharusnya digunakan sebagai bentuk kebutuhan yang harus dipenuhi.
2.    Bagi Masyarakat
     Dengan adanya makalah ini, masyarakat akan dapat memilih untuk menjadi nasabah yang tidak akan merugikan dirinya sendiri karena tidak menggunakan asuransi yang tidak sesuai dengan syariat islam setelah mengetahui bagaimana islam memandang asuransi yang selama ini banyak digunakan yaitu asuransi konvensional.
3.    Bagi Pembaca
     Manfaat makalah ini bagi pembaca adalah dapat menambah referensi bacaan tentang bagaimana islam memandang asuransi. Selain itu, pembaca dapat menyimpulkan asuransi yang seharusnya digunakan.


E.  Metode Penulisan Makalah
     Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

F.   Sistematika Penulisan Makalah
     Sistematika penulisan makalah ini disusun dengan dimulai dari bagian cover atau halaman depan yang berisi judul, tujuan dibuatnya makalah, penulis makalah dan sebagainya, selanjutnya diikuti oleh kata pengantar penulis, dan daftar isi. Pada bab pertama yaitu pendahuluan menerangkan latar belakang penulisan makalah dengan judul “Pandangan Islam Terhadap Asuransi”, rumusan masalah yang merinci apa saja yang akan dibahas dalam makalah, tujuan penulisan makalah, manfaat penulisan makalah bagi penulis dan masyarakat umum serta pembaca, metode penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah. Pada bab kedua, berisi pembahasan isi makalah sesuai dengan apa yang telah dirinci dalam rumusan masalah pada bab pendahuluan. Yang terakhir adalah bab penutup yang berisi simpulan dan saran dari penulis berdasarkan isi pembahasan dari makalah yang telah dibuat. Serta diakhiri dengan penyusunan daftar pustaka yang berisi rincian sumber bacaan penulisan makalah.




BAB II
PEMBAHASAN
A.   Definisi Asuransi
     Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah At-ta'min, penanggung disebut mu'ammin, tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'mminAt-ta'min diambil dari  amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106) ayat 4 :
Artinya: "Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. Pengertian dari At-ta'min adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.
     Ahli Fiqih kontemporer Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan Asuransi berdasarkan pembagiannya. ia membagi asuransi dalam dua bentuk yaitu, at-ta'min at-ta'awunt dan at-ta'min bi qist sabitAt-ta'min at-ta'awuni atau asuransi tolong menolong adalah : "kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kemudaratan." At-ta'min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah : "akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi".

     
Asuransi (insurance) sering juga diistilahkan dengan “pertanggungan”. Adapun pengertiannya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peasuransian. Dalam undang-undang tersebut didefinisikan bahwa : asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Musthafa Ahmad Az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonomi. Ia berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem ta'awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
     Dari rumusan tersebut, dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggungan merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya resiko.
     Secara umum yang dimaksudkan dengan resiko adalah setiap kali orang tidak dapat menguasai dengan sempurna, atau mengetahui lebih dahulu mengenai masa yang akan datang. Dengan bahasa yang lain, resiko menurut Sri Rezeki (dalam Lubis dan Waji, 2012, hlm. 80) adalah :
1.    Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan/diharapkan terjadi, atau;
2.    Peristiwa yang dimungkinkan/diharapkan terjadi, dan keadaan ini lazim dikatakan sebagai kehilangan sebagai penurunan atau pemusnahan nilai ekonomi.
Akhirnya, resiko dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Kemungkinan kehilangan atau keraguan;
2.    Kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan.
Antara resiko dan asuransi mempunyai keterkaitan yang sangat erat, sebab asuransi adalah menanggulangi resiko. Tanpa adanya resiko, asuransi/penanggungan tidak aka nada.
     Untuk ini, Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dalam kertas kerjanya pada symposium hukum asuransi sebagaimana dikonstatir oleh Sri Rejeki mengungkapkan asuransi atau pertanggungan (verzekering) di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu resiko, yang kejadiannya belum dapat dipastikan dan adanya pelimpahan tanggung jawab yang memikul beban resiko tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontrapretasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan tanggung jawab (Sri Rejeki Hartono, 2012, hlm. 80).
     Menyangkut bentuk badan hukum peransuransian itu di Indonesia diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dalam Bab IV Pasal 7,  yang pada intinya berbunyi :
1.   Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:
a.    Perusahaan perseroan,
b.    Koperasi,
c.    Perseroan terbatas,
d.   Usaha bersama (mutual).
2.    Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perorangan.
3.    Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama (mutual) diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
      Adapun pengertian lain mengenai asuransi, adalah menurut Pasal 246 Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
     Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Dijelaskan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia karena kecelakaan dan konsekiensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, dan kecelakaan-kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta kerugian yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti di atas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menurut asuransi untuk diperlukan sebagai kebutuhan dasar manusia dalam ruang lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.
Adapun pendapat lain mengenai  pengertian asuransi, adalah sebagai berikut :
·         Menurut Pasal 246 Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
·         Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan.
·         Muhammad Nejatullah Shiddiqi mengemukakan bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia karena kecelakaan dan konsekiensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, dan kecelakaan-kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta kerugian yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti di atas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menurut asuransi untuk diperlukan sebagai kebutuhan dasar manusia dalam ruang lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.
·         Menurut Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopedia Britanic sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan di seluruh kelompok.
·         Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai asuransi sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
·         Pandangan Abbas Salim, asuransi dipahami sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
·         Menurut Ahmad Azhar Bayir yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
·         Herman Darmawi dalam bukunya Manajemen Asuransi memberikan definisi asuransi dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupum berdasarkan pengertian matematika. Lebih lanjut Darmawi menyatakan bahwa asuransi merupakan bisnis yang unik, yang didalamnya terdapat kelima aspek tersebut. Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (finansial). Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak (perjanjian) pertanggungan resiko antara tertanggung dengan penanggung. Penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan resiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung. Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung. Menurut pandangan bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan resiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi resiko (sharing of risk) di antara sejumlah nasabahnya. Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan resiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. Dalam pandangan matematika, asuransi merupakan aplikasi matematika dalam memperhitungkan biaya dan faedah pertanggungan resiko. Hukum probabilitas dan teknik statistik dipergunakan untuk mencapai hasil yang dapat diramalkan.
·         Menurut Fathurrahman Djamil, asuransi adalah suatu persetujuan dalam mana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sakibat suatu peristiwa yang belum terang akan terjadi.
·         Radiks Purba mendefinisikan asuransi sebagai suatu persetujuan, dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan, kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.

     Di Indonesia sendiri, asuransi islam sering dikenal dengan istilah takaful. kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu, yang berarti menjamin atau saling menanggung. Moh. Ma'sum Billah memaknakan takaful dengan : "mutual guarantee provided by a group of people living in the same society againts a defined risk or catastrophe befalling one's life, property or any from of valuable things.
     Muhammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko antara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang launnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam digunakan istilah at-takaful al-ijtima'i atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat islam yang saling memikirkan, memerhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat islam, yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain. hal ini sejalan dengan HR. Bukhari Muslim : "orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan, antara satu bagian dan bagian lainnya saling menguatkan sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar" dan HR. Bukhari Muslim lainnya, "perumpaan orang-orang mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah satu anggota tubuhnya merasakan kesakitan maka seluruh anggota tubuhnya yang lain turut merasakan kesakitan dan berjaga-jaga (agar tak berjangkit pada anggota yang lain).
Dari banyaknya pendapat mengenai definisi asuransi di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah sebuah persetujuan dari pihak tertanggung kepada penanggung dengan mambayar premi secara periodik yang nantinya biaya tersebut digunakan untuk mengganti kerugian atau resiko lainnya yang dapat terjadi di hari nanti dengan waktu yang belum bisa dipastikan.


B. Sejarah Asuransi
     Perkembangan asuransi dalam sejarah islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan tentunya berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong yang berada dalam kesulitan.
     Dalam Islam, praktik asuransi pernah dilakukan pada masa Nabi Yusuf as. yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari Raja Firaun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa 7 (tujuh) panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 (tujuh) tahun paceklik. untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, Nabi Yusuf as. menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa tujuh tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as. ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa paceklik bisa ditangani dengan baik.
     Pada masyarakat Arab sendiri dapat sistem 'aqilah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra-Islam. 'Aqilah merupakan cara penutupan (istilah yang digunkan oleh AM. Hasan Ali) dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar diyat dalam bentuk uang darah. Kebiasaan ini kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam yang dapat terlihat pada hadits berikut ini.
     Di riwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh 'aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)
     Praktik 'aqilah yang dilakukan oleh masyarakat Arab ini sama dengan praktik asuransi pada saat ini, dimana sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain yang tertimpa musibah. Dalam kaitannya dengan praktik pertanggungan ini, Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam juga memuat ketentuan dalam pasal khusus pada Konstitusi Madinah, yaitu pasal 3 yang isinya : "Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah diantara mereka".
     Perkembangan praktik 'aqilah yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya diterapkan pada masalah pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering kali disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai sejarah asuransi bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenarnya sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam. Orang-orang Arab yang mahir dibidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan sistem bunga dan riba. Bahkan Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam  sendiri pun telah melakukan asuransi ketika melakukan perdangan di Mekkah. Suatu ketika Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh barang dagangan termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang.  Nabi Muhammad  sallallahu ‘alaihi wasallam yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khadijah juga telah menyumbangkan dana pada dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.
     Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif hukum Islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Pada paruh kedua abad ke-20 di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika mulai mencoba mempraktikkan asuransi dalam bentuk takaful yang kemudian berkembang dengan pesat hingga ke negara-negara yang berpenduduk non muslim sekalipun di Eropa dan Amerika.
     Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi telah memasuki fase yang memberikan muatan besar pada aspek bisnisnya dibandingkan dengan nilai-nilai sosial yang terkandung pada asuransi sejak awal. Hal ini terjadi setelah bisnis asuransi memasuki masa modern.
     William Gibbon adalah seorang yang berkewarganegaraan Inggris yang pertama kali memperkenalkan praktik asuransi dalam instrument perusahaan yang lebih teratur dan tertata dengan baik. Pada masa ini mulai dipakai jasa seorang underwriter dalam operasional asuransi. Di Inggris bisnis asuransi mengalami perkembangan yang signifikan setelah pada tahun 1870 dikeluarkannya Peraturan Perusahaan Asuransi Jiwa yang peraturan pokoknya sebagai berikut :
Setiap perusahaan asuransi yang berdiri di Inggris diwajibkan untuk mendepositokan uangnya sebesar £20.000 di Departemen Keuangan Pemerintah, akan dibayarkan kembali apabila dana jaminannya telah mencapai £40.000.
     Setiap perusahaan harus menyimpan tersendiri untuk kelangsungn usahanya dan semua penerimaan dari usahanya harus didanakan secara jelas “untuk dana kelangsungan usaha”.
     Kelangsungan hidup usaha tertentu harus memperdalam keuangannya dan menyumbangkan usahanya dalam bentuk yang jelas serta bergabung dengan perusahaan lain membayar sejumlah uang untuk asuransi jiwa, kebakaran, maitim, dan usaha-usaha lain jika ada.
     Sebuah perusahaan diwajibkan untuk melaporkan kondisi keuangannya untuk diperiksa oleh dewan yang telah ditunjuk (actuary), sekali dalam lima tahun jika berdiri setelah peraturan ini diterapkan dan minimal sekali setiap sepuluh tahun jika perusahaan tersebut berdiri sebelumnya. laporan-laporan dari dewan pemeriksa, yang mengandung penilaian secara mendetail, ketentuan mengenai proporsi premi yang dipersiapkan untuk pembiayaan yang akan dating dan sebagainya, harus didepositokan, yang berkenaan dengan informasi butir-butir tersebut kepada Departemen Perdagangan.
     Selanjutnya akan dijelaskan tentang sejarah dan perkembangan asuransi di Indonesia. Tepatnya, sejarah asuransi jiwa di Indonesia dimulai sejak terjadinya migrasi usaha ini dari negeri Belanda yang dibawa oleh para intelektual negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai seperti N.V. Levenservezekering Maatschappij van de Nederlanden van 1845, N.V. Levenservezekering Maatschappij NILLMIJ van 1859, dan Onderlinge Levenservezeking Genootschap de Plveh van 1879.
     Dalam perjalanannya, sejarah asuransi jiwa di Indonesia telah melampaui 3 masa yang dikenal sebagai masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa Indonesia merdeka.
     Pertama, masa pendudukan Belanda (sampai Maret 1942). Maskapai-maskapai yang tercatat dalam riwayat sejarah asuransi jiwa di Indonesia pada waktu itu mencapai 36 buah, yang tersebar di kota-kota Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Beberapa di antaranya di kemudian hari bergabung ke dalam Perusahaan Asuransi yang dimiliki negara (BUMN).
     Kedua, masa pendudukan  Jepang (sampai 17 Agustus 1945). Pada jaman pendudukan Jepang, selama tiga setengah tahun banyak maskapai-maskapi asuransi yang ditutup dan gulung tikar, kondisi ekonomi yang demikian terpuruk, menyebabkan perusahaan asuransi terbesar seperti NILLMIJ van 1859 sekalipun nyaris gulung tikar, namun kuatnya kondisi keuangan maskapai ini memungkinkan ia dapat bertahan dengan memelihara sebagian kecil pertanggungan yang masih aktif saat itu.
     Ketiga, masa Indonesia merdeka (17 Agustus 1945 sampai saat ini). Dalam masa ini tercatat pula mulai bermunculannya beberapa perusahaan swasta nasional di samping Boemi Poetra, seperti “Dharma Nasional” (1945) saat ini digabung ke dalam PT (Persero) Asuransi Jiwasraya, “Iman Adi” (1961), “Djaminan” (1962), “Sukma Sedjati” (1962) dan “Affan” (1964).
     Pada masa ini juga tercatat dalam sejarah, peleburan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa milik Belanda ke dalam perusahaan negara yang dikuasai Pemerintah. Perkembangan dunia usaha asuransi jiwa berkembang terus, sejalan dengan perkembangan zaman, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Sampai tulisan ini diturunkan berdasarkan catatan terakhir Dewan Asuransi Indonesia (DAI) perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia tercatat berjumlah 60 perusahaan, yang terdiri dari, badan usaha milik negara, swasta nasional, dan perusahaan patungan (joint venture).
     Sejarah asuransi jiwa di Indonesia, bukan merupakan suatu jalan mulus yang dapat dilalui dengan lancar, di dalamnya tercatat bagaimana usaha ini diterpa oleh banyaknya badai, dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa asuransi ini baru dinikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekonomi di masa pendudukan Jepang yang menyebabkan tidak beroperasinya sebagian besar perusahaan asuransi jiwa, dan titik puncak dari kondisi ini tercata dengan dikeluarkannya Pen-Pres No. 27 tahun 1965 tentang penarikan Rupiah Lama dan beredarnya Rupiah Baru dengan nilai 1000:1.
     Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994, dengn diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK Menkeu No.Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian Asuransi Takaful Indonesia diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia.
     Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum (General Insurance). PT Ansuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.
     Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk bersaing dengan PT Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya Asuransi Mubarakah, MAA Assurance, Asuransi Great Eastern, Asuransi Bumi Putra, dan lain sebagainya. Menurut survey dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok potensial. Pertama, mereka yang menghendaki agar transaksi asuransinya benar-benar memiliki orientasi syariah. Jumlahnya tidak terlalu besar, mengingat kesadaran terhadap produk-produk asuransi bernilai syariah masih belum signifikan. Kedua, mereka yang potensial untuk melakukan perpindahan (switching) dari satu model asuransi ke model lainnya. Mereka ini lebih menginginkan profit dan benefit ketimbang nilai syariahnya. Jumlahnya sangat dominan dan umumnya berasal dari kelas menengah. Ketiga, mereka yang yang selama ini setia kepada suatu model asuransi konvensional dan sukar untuk berpindah ke model lain, karena sudah merasa comfort dan percaya. Satu-satunya persyaratan mereka untuk melakukan perpindahan (switching) adalah apabila kualitas model asuransi tersebut sama atau lebih dari mosel yang selama ini mereka preferensikan.
     Memang usaha perasuransian seperti yang telah diketahui membutuhkan beberapa persyaratan di antaranya seperti pengetahuan teknis yang harus cukup memadai dari para pelakunya, perekonomian negara yang diharapkan terus berkembang, stabilitas moneter yang berkesinambungan. Saat ini kita diterpa lagi, dengan melambungnya nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, juga membuat usaha ini cukup oleng diterpa badai tersebut, banyaknnya penebusan dan pembatalan merupakan salah satu ganjalan yang cukup berat yang harus dihadapi oleh usaha ini.
     Mudah-mudahan usaha pemerintah yang terus-menerus dan serius mengusahakan stabilitas, rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi serta keuangan negara kita, menjadikan usaha ini terus juga berkembang di masa-masa yang akan datang.


C.    Jenis-jenis Asuransi
     Wahbah Az-Zuhaili (2011) mengungkapkan bahwa asuransi dari segi bentuknya terbagi menjadi dua, yaitu:
1.    Asuransi gotong royong (kooperatif), yaitu beberapa orang berkumpul lalu masing-masing bersepakat untuk membayar jumlah uang tertentu, kemudian dari uang-uang yang terkumpul dari orang yang bersepakat diberikan kompensasi kepada anggota yang terkena musibah
2.    Asuransi bisnis atau asuransi yang mengharuskan adanya premi (bayaran) tetap. Bentuk asuransi inilah yang biasanya dimaksud ketika menyebut kata asuransi. Dalam asuransi ini pihak penerima asuransi bertanggung jawab akan membayar premi tertentu kepada perusahaan asuransi yang memakai system saham. Konsekuensinya adalah pihak pemberi asuransi bertanggung jawab akan memberi kompensasi atas bahaya yang akan menimpa pihak penerima asuransi. Bila bencana tidak menimpa piak penerima asuransi, maka bayaran atau premi yang dia bayar ke pihak pemberi asuransi secara otomatis menjadi hangus dan serta merta menjadi hak pihak pemberi asuransi.
Sedangkan asuransi bisnis dari segi kandungannya terbagi menjadi dua, yaitu:
1.    Asuransi bahaya. Asuansi ini mencakup bahaya-bahaya yang bisa menimpa hak milik penerima suransi. Asuransi bahaya bertujuan untuk member kompensasi atas kerugian-kerugian yang menimpa harta penerima asuransi, dan ini mencakup asuransi tanggung jawab. Artinya memberi asuransi kepada penerima asuransi atas tanggung jawabnya terhadap orang yang tertimpa bahaya karenanya (penerima asuransi) seperti kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan yang terjadi dan menyangkut kerjanya. Juga mencakup asuransi barang. Artinya, asuransi terhadap harta benda yang dimiliki, yakni apabila bahaya tersebut berkaitan dengan harta yang diasuransikan seperti asuransi kebakaran, asuransi pencurian, asuransi banjir, dan asuransi musibah-musibah pertanian.
2.    Asuransi orang. Asuransi ini mencakup asuransi jiwa yaitu pihak pemberi asuransi bertanggung jawab akan member jumlah uang tertentu kepada pihak penerima atau ahli warisnya ketika dia meninggal dunia, ketika lanjut usia, ketika sakit, atau ketika cacat sesuai criteria musibahnya; asuransi jasmani yaitu pihak penerima asuransi ketika ditimpa musibah pada badannya selama kurun waktu yang ditentukan dalam surat transaksi atau kepada orang kepercayaan penerma bila ia meningal dunia.
Kemudian asuransi bisnis dari segi keumuman dan kekhususannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu
1.    Asuransi khusus atau asuransi pribadi. Artinya, asuransi ini khusus berlaku pada satu orang penerima asuransi dari bahaya tertentu yang diasuransikan.
2.    Asuransi social atau asuransi umum, yakni mencakup beberapa orang yang mengandalkan usaha kerja mereka dari beberapa bahaya yang diasuransikan seperti sakit, ketuaan, pengangguran, dan ketidaklayakan kerja. Biasanya asuransi-asuransi seperti ini menjadi sebuah keharusan. Termasuk dalam kategori ini adalah asuransi-asuransi social, asuransi kesehatan, dan asuransi pensiunan.
Adapun menurut Syakir Sula (dalam Wirdyaningsih, dkk, 2005, hlm. 185-187) perbandingan antara asuransi kooperatif (takaful) dan asuransi bisnis (konvensional), yaitu:
No.
Prinsip
Asuransi Bisnis (Konvensional)
Asuransi Kooperatif (Takaful)
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau   lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tetanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan perganian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling   membantu, saling menjamin, dan bekerja sama dengan ara masing-masing mengeluarkan dana tabarru.





2.
Asal usul
Dari masyarakat babilonia 4000-3000 sm yang dikenal dengan perjanjian hammurabi dan tahun 1668  di coffe house london berdirilah lioyd of london sebagai cikal baal asuransi konvensional
Dari al-aqidah kebiasaan suku   arab jauh sebelum islam dating. Kemudian disahkan oleh rasulullah menjadi hokum islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (konstitusi madina) yang dibuat langsung rasulullah
3.
Sumber hukum
Bersumber dari pikiran manusia   dan kebudayaan. Berdasarkan hokum positif, hokum alami, dan contoh sebelumnya
Bersumber dari wahyu illahi. Sumber hokum dalam syariah islam adalah al-qur’an, sunnah atau kebiasaan rasul, ijma’, fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ‘urf ‘tradisi’, dan mashalih mursalah
4.
“maghrib” (maisir, gharar dan riba)
Tidak selaras dengan syariah islam karena adanya maisir, gharar, dan riba. Hal yang diharamkan dalam muamalah
Bersih dari adanya praktik maisir, gharar, dan riba
5.
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada, sehingga dalam banyak praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentang dengan prinsip-prinsip syariah
6.
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad ghara dan akad mulzim)
Akad tabaru dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah,dan sebagainya)
7
Jaminan/risk (risiko)
Transfer of risk, di mana terjadi transfer risiko dari tertanggung kepada penanggung
Sharing of risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
8
Pengelolaan dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving life terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru
9
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi halal dan haramnya
Dapat melakukan investasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertenangan dengan printsip-prinsip syariah islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi terlarang.
10
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi   peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik peserta, asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut.
11
Unsur premi
Unsure premi terlihat dari table mortalitas (mortality table), bunga (interest), biaya asuransi (cost of insurance)
Iuran atau kontribusi terdiri dai unsur tabarru dan tabungan. Tabarru’ juga dihitung dari table mortalitas, tapi tanpa perhitungan bunga teknik.
12
Loading
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutaa dipeuntukkan untuk komisi agen, bisa menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus)
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen) tidak dibebankan pada peserta, tetapi dari dana pemegang saham.namun, sebagian yang lainnya mengambil dari sekitar 20-30 persen saja dari premi tahunpertama. Dengan demikian, nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
13
Sumer pemberdayaan klaim
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhdapa tertanggng. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menannggung bersama resiko.
14
System akuntansi
Menganut konsep asuransi actual basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan non kas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, laibiities, dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang.
Menuut konsep asuransi cast basis, mengakui apa yang telah benar-benar ada , sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapat, harta, beban atau utang yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadi hanya allah yang tahu.
15
Kentungan (profit)
Keuntungan yang diperoleh dari   surplus underwriting komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuansi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya mnjadi milik perusahaan, tapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta
16
Misi dan visi
Secara gars besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi social
Misi yang diemban daam asuransi syariah adalah misi akidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl) dan misi pemberdayaan umat
(social)

D.  Pandangan Islam Terhadap Asuransi
     Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asuransi tergolong menjadi dua, yakni asuransi kooperatif (gotong royong) sebagai contohnya asuransi takaful dan asuransi bisnis (konvensional). Dalam pandangan pakar islam kontemporer berpendapat bahwa asuransi kooperatif tidak ada keraguan mengenai bolehnya asuransi ini, karena dalam asuransi kooperatif termasuk kedalam kategori transaksi sumbangan suka rela, juga termasuk dalam salah satu bentuk tolong-menolong dalam hal kebaikan dan kebajikan yang dianjurkan dalam islam. Pasalnya, setiap anggota dalam asuransi ini membayar cicilan atas dasar keikhlasan demi meringankan beban dari dampak-dampak bahaya dan memperbaiki hal-hal yang rusak akibat bahaya yang melanda salah seorang dari anggotanya, bagaimanapun bentuk bahaya yang terjadi pada salah satu nasabah tersebut. Baik bahaya yang melanda jiwa, jasmani, barang-barang akibat kebakaran, pencurian, kematian, kecelakaan lalu lintas, maupun bahaya dalam dunia kerja. Selain hal-hal tersebut asuransi kooperatif pun tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan. (Az-Zuhaili, 2011, hlm. 110)
     Asuransi kooperatif (gotong royong)  atau yang dapat disebut dengan asuransi syariah (takaful) diperbolehkan karena marupakan jenis asuransi yang sesuai dengan syari’ah atau bisa disebut dengan asuransi syari’ah seperti contoh asuransi takaful. Hasan Ali (2004) mengungkapkan bahwa terdapat prinsip-prinsip yang harus terpenuhi dalam menjalankan asuransi kooperatif ini, diantaranya:
1.    Tauhid
      Prinsip tauhid  (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syari’ah islam. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia seharusnya didasarkan pada nilai-nilai tauhid, Pun dalam hal berasuransi, yang harus diperhatikan adalah bagaimana menciptakan suasana dan kondisi muamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan atau sesuati dnegan syari’at islam. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.
2.    Keadilan
     Prinsip kedua dalam asuransi adalah terpenuhinya nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi. Pertama, nasabah asuransi harus memosisikan pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dan santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah. Di sisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal.
3.    Tolong Menolong
     Seseorang yang menggunakan asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya (nasabah lain) yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan allah Subhanahu wa ta’ala. Dalam al-quran dan hadits rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, sebagai berikut:
a.    Al-qur’an
1)   QS. Al-Maidah ayat 2
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Ny
   
2) Qs. Al-baqarah ayat 177                                                                                                         
Artinya:  bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
2)   Qs. Quraisy ayat 4
Artinya: yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
3)   Qs. Al-baqarah ayat 126  
Artinya:  dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".
2.    Hadits
a.    Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranyaAllah akan memenuhi kebutuhannya.” (diriwayatkan oleh al-bukhari dan muslim dan abu daud)
b.    Allah senantiasa menolong hambanya sela ia menolong sesamanya.” (diriwayatkan oleh ahmad dan abu daud)
c.    Sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah barang siapa yang member keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga manusia”(diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
d.   Demi diriku yang dalam kekuasaan Allah bahwasannya tiada seorangpun yang masuk surga sebelum mereka memberi perindungan kepada tetangganya yang berada dalam kesempitan.”(diriwayatkan oleh Ahmad)
e.    Tidaklah beriman seseorang itu selama ia dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang sedangkan tetangganya meratap karena kelaparan.” (diriwayatkan oleh Al-Bazzar)
4.    Kerja Sama
     Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hisup sendiri tanpa bantuan orang lain. Begitupun dengan prinsip asuransi, kerja sama dalam asuransi dapat terwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat yaitu antara nasabah dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep Mudharabah atau musyarakah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (nasabah asuransi) yang menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi untuk dikelola. Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan nasabah asuransi.
5.    Amanah
     Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah utnuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik.
     Prinsip amanah juga harus dilakukakan oleh nasabah asuransi. Seorang nasabah berkewajiban untuk menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana ouran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika seorang nasabah memberikan informasi yang tidak benar dan memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya, berarti nasabah tersebut telah menyalahi prinsip amanah dan dapat dituntut secara hukum.
6.    Kerelaan
     Prinsip kerelaan (al-ridha) dalam ekonomik islami berdasarpada firman Allah subhanahu wa ta’ala. dalam QS. An-Nisa’ ayat 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap melakukan akad (transaksi), dan tidak ada paksaaan antara pihak-pihak yang terkait oleh perjanjian akad. Sehingga kedua pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan. Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-Ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial (tabarru’) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu angota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7.    Larangan Riba
     Dalam setiap transaksi, seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba, karena riba merupakan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangann dengan prinsip muamalah dalam Islam. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 29
8.    Larangan maisir (Judi)
     Allah subhanahu wa ta’ala. Telah memberikan penegasan terhadap keharaman melakukan akifitas ekonomi yang mempunyai unsur maisir (judi):
Firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 90
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk, perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur judi artinya adalah salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian.
9.    Larangan Gharar (ketidakpastian)
    Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’ (penipuan) yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda tentang gharar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, sebagai berikut :
Artinya : “Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam melarang jual- beli gharar.”( HR.Buhari-Muslim)
     Berbeda halnya dengan asuransi-asuransi bisnis atau asuransi dengan sistem bayaran tetap tidak diperbolehkan dalam islam, seperti yang dinyatakan oleh mayoritas fuqaha saat ini, dan ini telah menjadi keputusan konferensi internasional pertama ekonomi islam di mekah tahun 1396 H/1976 M. Pelarangan asuransi bisnis disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu karena asuransi ini mengandung unsur riba dan gharar.
     Unsur riba yang terkandung dalam asuransi bisnis ini adalah hal yag tidak bisa dipungkiri, pasalnya kompensasi asuransi datang dari sumber yang mengandung syubhat. Hal ini disebabkan semua perusahaan asuransi menginvestasikan modalnya diperusahaan-perusahaan yang menggalakkan riba. Terkadang dalam asuransi jiwa, perusahaan asuransi memberi bunga. Sementara riba diharamkan secara pasti dalam islam.
     Terjadinya riba dalam pelakasanaan asuransi bisnis ini dengan jelas terlihat dari segi jumlah yang didapat oleh kedua belah pihak asuransi, yakni penerima (nasabah) maupun pemberi (perusahaan asuransi). Ini terjadi karena tidak adanya pemerataan atau persamaan antara jumlah bayaran cicilan (premi) yang diberikan oleh nasabah dengan jumlah kompensasi yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Kompensasi yang diberikan bisa jadi lebih banyak atau lebih sedikit dari premi yang diberikan oleh nasabah atau jumlah kompensasi sama dengan jumlah premi yang diberikan oleh nasabah, tapi hal ini jarang ditemukan di masyarakat. Dengan demikian, jika kompensasi yang diberikan lebih banyak daripada premi yang dibayarkan, maka asuransi ini mengandung unsur riba fadhl dan riba nasiiah. Akan tetapi, bila jumlah antara kompensasi dan premi sama, maka asuransi ini hanya mengandung riba nasiiah. Baik riba fadhl maupun riba nasiiah semuanya diharamkan dalam islam.
     Selain unsur riba unsur gharar pun sangat jelas terlihat dalam asuransi bisnis.  Karena pada dasarnya, transaksi asuransi bisnis mengandung unsur gharar yaitu transaksi spekulatif dimana obyek transaksi (barang atau harga) ada kemungkinan diperoleh atau tidak diperoleh. Sementara ada hadist shahih yang diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah dari banyak sahabat Nabi yang menyatakan, “Nabi melarang jual beli yang mengandung Gharar”. Pakar hukum konvensional sendiri memasukkan transaksi asuransi kepada transaksi yang mengandung unsur gharar, karena asuransi itu pada hakikatnya adalah jaminan atas bencana yang belum terjadi sekarang dan tidak pasti akan terjadi, oleh karenanya, unsur gharar dalam transaksi asuransi adalah sebuah kemestian.
     Unsur gharar yang dikandung oleh asuransi bisnis memberi indikasi bahwasanya asuransi juga mengandung unsur ketidakjelasan atau kekaburan (jahaalah). Ketidakjelasan sangat jelas terlihat dalam praktek asuransi, yaitu ketidakjelasan mengenai jumlah uang yang akan diberikan masing-masing dari pihak penerima dan pemberi asuransi. Jumlah kompensasi yang diberi perusahaan asuransi tidak ketahuan berapa jumlahnya, karena bisa saja banyak dan bisa juga nasabah mendapat sedikit kompensasi. Bahkan kompensasi yang akan diberikan oleh perusahaan asuransi sifatnya spekulatif, begitupun halnya dengan bahaya yang diasuransikan bisa terjadi bisa juga tidak. Inilah yang membuat ketidakjelasan dalam asuransi sangat menonjol dan mengakibatkan transaksi asuransi bisa menjadi batal.
     Wahbah Az-Zuhaili (2011) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan asuransi bisnis menjadi haram, yaitu:
1.    Riba
     Dalam prakteknya, asuransi bisnis mengandung unsur riba karena kompensasi yang diberikan oleh perusahaan asuransi jumlahnya melebihi premi yang diberikan oleh perusahaan asuransi, dan kelebihan yang diberikan tanpa adanya imbalan timbal balik dianggap riba yang diharamkan. Selain itu juga dalam perusahaan asuransi menginvestasikan modalnya pada proyek-proyek yang menggalakkan riba serta memberlakukan bunga atas nasabah bila terjadi penunggakan pembayaran cicilan premi yang harus dibayar.
2.    Gharar
     Di dalam asuransi bisnis pun mengandung unsur gharar karena imbalan asuransi berupa sesuatu yang spekulatif, tidak tetap, tidak pasti adanya.
3.    Gahaban
     Asuransi bisnis mengandung unsur tipuan (gaban), karena barang dan harga menjadi tidak jelas. Pasalnya, pengetahuan dsecara pasti mengenai barang dan harga adalah syarat sahya sebuah transaksi.
4.    Qimar
     Perjanjian asuransi bisnis tergolong dalam salah satu bentuk perjudian, karena ada untung-untungan dalam kompensasi finansialnya, dimana nasabah membayar premi yang jumlahnya sedikit dan menungu keuntungan yang besar, inilah hakikat dari judi.
5.    Jahaalah
     Asuransi bisnis pun mengandung unsur jahaalah karena jumlah premi yang akan diberi oleh nasabah kepada perusahaan asuransi tidak jelas, seperti yang tampak pada asuransi jiwa. Kemudian kedua pihak asuransi merujuk kepada transaksi yang tidak memberi tahu seberapa banyak kerugian dan keuntungan yang akan diperoleh oleh kedua pihak asuransi.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
     Setelah mengkaji mengenai Pandangan Islam terhadap Asuransi, dapat disimpulkan bahwa mulai dari definisi asuransi itu sendiri adalah sebuah persetujuan dari pihak tertanggung kepada penanggung dengan membayar uang premi secara periodik yang nantinya biaya tersebut digunakan untuk mengganti kerugian atau resiko lainnya yang dapat terjadi di hari nanti atau di masa depan dengan waktu yang belum bisa dipastikan.
Selain itu juga, asuransi merupakan sebuah kebutuhan bagi seseorang untuk melindungi dirinya dari segala macam resiko atau kerugian atau kecelakaan yang nantinya akan terjadi kelak. Seseorang memiliki kebutuhan akan menjaga dirinya, selalu ingin merasa aman dan tentram dalam menjalani hidupnya. Maka dari itu tidak sedikit orang yang dalam menjaga dan melindungi dirinya tersebut dengan menggunakan asuransi.
     Adapun perkembangan asuransi dalam sejarah sudah lama terjadi. Khususnya dalam sejarah Islam, asuransi sudah dikenal sejak zaman Nabi Yusuf a.s dengan 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik, dengan menyisihkan hasil panen untuk digunakan pada masa paceklik tersebut. Selanjutnya penggunaan asuransi juga terjadi pada zaman Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam dengan dikenalnya system ‘aqilah, dimana seorang pembunuh harus membayar diyat untuk mengganti rugi nyawa / uang darah. Kemudian penggunaan asuransi mulai berkembang hingga sedunia. Ketika abad ke-14 asuransi dilakukan oleh orang-orang Arab yang melakukan perdagangan ke negara-negara lain dengan jalur laut. Barang-barang dagangan diasuransikan untuk menjaga keutuhan barang-barang tesebut. Selanjutnya pada abad ke-20. Praktik asuransi mulai berkembang di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika bahkan sampai Eropa.

35
Sampai akhirnya pada saat ini, perkembangan asuransi telah memasuki fase yang memberikan dampak keuntungan bagi bisnis melainkan dengan nilai-nilai sosial yang ada di dalam asuransi tersebut. Inilah asuransi yang memasuki masa modern, yaitu asuransi yang dengan aspek bisnis. Di Indonesia pun hingga saat ini masih marak digunakannya asuransi di bidang bisnis, yaitu contohnya asuransi konvensional.
     Jenis-jenis asuransi dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu 1) dari segi bentuknya : asuransi gotong royong dan asuransi bisnis; 2) dari segi kandungannya : asuransi bahaya dan asuransi orang; 3) dari segi keumuman dan kekhususannya : asuransi pribadi dan asuransi sosial.
Adapun perbedaan dari asuransi bisnis (konvensional) dan asuransi kooperatif (takaful) adalah jika di asuransi konvensional, seorang tertanggung harus selalu membayar uang premi secara periodik kepada penanggung. Asuransi konvensional tidak selaras dengan syari’ah islam karena adanya maisir, gharar, dan riba. Sedangkan asuransi kooperatif (takaful) bentuk asuransinya yaitu saling membantu dan kerja sama dengan sukarela masing-masing mengeluarkan dana tabarru. Asuransi bersih dari maisir, gharar, dan riba sehingga asuransi ini sesuai dengan syari’ah.
     Selanjutnya pandangan islam terhadp asuransi adalah asuransi kooperatif (takaful) tidak ada keraguan untuk dibolehkan karena bentuknya tolong menolong dalam hal kebaikan. Tidak seperti halnya asuransi konvensional yang diharamkan karena mengandung unsur riba, gharar, qimar, dan jahaalah.

B.  Saran
     Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam pembuatan makalah ini adalah :
·  Kita sebagai manusia ciptaan Allah subhanahu wa ta’alla seharusnya tidak boleh mendahului kehendak-Nya dengan memprediksikan hal-hal yang sebenarnya tidak kita ketahui yaitu akan adanya kecelakaan atau kerugian di masa nanti.
·  Asuransi yang kita gunakan sebaiknya menggunakan asuransi yang sesuai syari’ah islam, yaitu asuransi kooperatif atau asuransi takaful.
·     Penggunaan asuransi dengan bidang bisnis seharusnya dikurangi dan lebih baik mengacu pada nilai-nilai sosial yang ada dalam asuransi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi. Dkk. (1997). Fiqih Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Lubis, Suhrawardi. K. dan Wajdi, Farid. (2012). Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Ali, Hasan. (2003). Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media.

Wirdyaningsih, dkk. (2005). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Az-Zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Darulfikir.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI PRESS.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Apresiasi Sastra Sekolah Dasar

BAB II PEMBAHASAN A.     HAKIKAT SASTRA ANAK 1.       PENGERTIAN, SIFAT, DAN HAKIKAT SASTRA ANAK Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar orang menyebutan atau mengucapkan ata sastra anak, cerita anak atau bacaan anak. Namun kenyataannya, istilah sastra anak dalam beberapa kamus istilah sastra, seperto Kamus Istilah Sastra ( Panuti Sudjiman, 1990: 71-72) dan Kamus Istilah Sastra ( Abdul Rozak Zaidan, et al. 1994: 181-184), tidak ditemukan lema itu. Demikian juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1998: 786-787) atau Kamus Bahasa Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun tidak kita temukan lema atau sublema sastra anak. Kata sastra anak merupakan dua patah kata yang dirangkaikan menjadi satu kata sebut, yaitu dari kata sastra dan kata anak. Kata sastra berarti ‘karya seni imajinatif dengan unsure estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa’ (Rene Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk li

Hubungan Volume Bola dan Volume Tabung

LEMBAR KERJA SISWA Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Model Pembelajaran Matematika Dosen, Dra. Tiurlina, M.Pd. Disusun oleh, Asti Khotimah                          (1100450) Sunny Sufiyah                          (1100533) Siti Herlina                                (1102813) Apriliani                                    (1103856)                    Kelas/Semester  :   Matematika/6                                                                                  PROGRAM STUDI S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang 2014 LEMBAR KERJA SISWA                         Bidang Studi               : Matematika             Topik                           : Hubungan Volume Bola dan Volume Tabung             Kelas / Semester          : VI / 1             Alokasi Waktu            : 1 x 35 menit Petunjuk : 1.       Siapkan alat dan bahan berupa bola plastik, serutan kayu,

REFLEKSI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD

            Pembelajaran Bahasa Inggris di SD hendaknya menggunakan metode yang menarik. Anak memulai belajar bahasa sejak kecil. Anak belajar bahasa dari lingkungan sekitar. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap belajar bahasa anak. Karena anak akan meniru bahasa yang ada di sekelilingnya, terutama apa yang diucapkan oleh Ibunya. Jadi Ibu atau orang tua harus lebih berhati-hati dalam berkata, dan menjaga apa yang ia katakana agar tidak keluar kata-kata yang kasar. Contohnya saja balita yang sering mendengar Ibunya mengucapkan kata “Mama” ia akan mengikuti apa yang dikatakan oleh ibunya tersebut, dengan pelafalan yang terbata-bata seperti “ma..ma..ma..ma”.             Selain mengajarkan bahasa Ibu (Indonesia), kita juga harus mengajarkan bahasa inggris sedini mungkin. Sebagai calon guru kita harus mempunyai metode yang menarik dalam  pembelajaran yang akan diterapkan dalam mengajar Bahasa Inggris nanti. Bahasa Inggris harus diperkenalkan sejak dini, karena Bahasa I